Berkurban Dalam Tinjauan Hadist
Secara etimologis, kurban berasal dari
bahasa Arab القربان yang artinya mendekatkan
diri. Dalam terminologi fiqh, kurban (udhiyah) adalah
penyembelihan hewan seperti kambing, sapi dan onta dengan niat mendekatkan diri
pada Allah SWT pada hari raya Idul Adha atau hari Tasyrik tanggal 11,12,13
Dzulhijjah. Pelaksanaan
syariat kurban ini terjadi pada abad ke-2 Hijriyah bersamaan dengan syariat
membayar zakat, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Bila ditelisik lagi, sesungguhnya
tradisi berkurban sudah ada sejak dulu. Cerita kurban Habil dan Qabil dalam
persaingannya untuk merebut perempuan cantik Layuzda merupakan fakta sejarah
yang bisa ditengok kembali. Di sisi lain, persembahan pada sesuatu yang dianggap punya kekuatan selain
Allah SWT dengan mengorbankan manusia
juga dikenal peradaban Arab sebelum Islam, bahkan sampai sekarangpun masih
terjadi, seperti menyembelih sapi atau kerbau untuk penjaga laut dll.
Islam mengakui konsep persembahan kepada
Allah SWT berupa penyembelihan hewan tentunya dengan syariat agama yang sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bersih dari unsur penyekutuan terhadap Allah
SWT. Konsep itu ditata secara apik dari pembahasan hukum kurban, keutamaan
kurban, syarat hewan kurban, cara berkurban, waktu berkurban dan berujung pada
pembagian daging kurban.
Namun disayangkan, kadang kala kita masih
mencermati adanya hadis populer yang sering dijadikan sebagai argumentasi dalam
menguak keutamaan kurban itu ternyata dlaif (lemah) bahkan maudlu’
(palsu), seperti hadis:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ
النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ
إِلَى
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا
وَإِنَّ
الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ
قَبْلَ
أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا.
“Tidaklah pada hari nahr suatu amalan
yang lebih dicintai oleh Allah yaitu mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia
akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut,
dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan
darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.”
(HR. Ibnu Majah no. 3246)
Hadis di atas terindikasi dlaif
menurut syaikh al-Bani, hal ini dikarenakan ada perawi yang bernama Abi
al-Mutsannah Sulaiman bin Yazid yang dianggap sebagai wahin (lemah
ingatanya) (lihat Silsilah al-Dha’ifah no. 526).
Di samping itu, ada hadis lain:
قَالَ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ
قَالَ سُنَّةُ
أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ. قَالُوا فَمَا لَنَا
فِيهَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ.
قَالُوا
فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ
شَعَرَةٍ
مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ .
Berkata sahabat Rasulullah saw: “Wahai
Rasulullah, apakah kurban ini? Beliau menjawab, “Sunnah nenek moyangmu Nabi
Ibrahim as”. Mereka bertanya lagi, “Lalu apa yang kami dapatkan dari korban
itu?” Beliau menjawab, “Pada setiap bulu ada satu kebaikan” Mereka bertanya
lagi, “Bagaimana dengan suf, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “setiap rambut
di dalam suf ada satu kebaikan”. (HR
Ibnu Majah no. 3247)
Hadis di atas dinilai maudlu’
(palsu) oleh Syaikh al-Bani karena ada perawi yang bernama ‘Aidillah bin
Abdullah al-Mujasyi’i seorang munkar al-hadis (pemalsu hadis) (lihat Silsilah
al-Dha’ifah no. 527).
Meski
demikian, bukan berarti berkuban itu ibadah yang sia-sia tanpa keutamaan, hal
ini dikarenakan Islam juga menganjurkan untuk melaksanakan ibadah kurban dan
pada prinsipnya Islam menganjurkan pula pada umatnya agar selalu mensyukuri
nikmat Allah SWT, di antaranya dengan cara membelanjakan harta di jalanNya,
itulah sebagian dari makna taqwa. Sebagaimana firmanNya dalam surat al-Hajj
ayat 37:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ
يَنَالُهُ التَّقْوَى.
Daging-daging dan darah binatang ternak itu tidak akan
sampai kepada Allah. Namun yang akan sampai kepadaNya hanyalah ketakwaan
darimu.
Secara global, ada nilai-nilai dari ibadah
kurban ini yang perlu kita jadikan spirit untuk membangun kesadaran beragama
kita. Nilai-nilai tersebut adalah nilai historis, nilai ibadah dan nilai sosial.
Nilai historis yang dimaksud adalah betapa Allah telah mengabadikan peristiwa
Nabi Ibrahim yang menyembelih anaknya Ismail karena perintahNya. Karena sikap
sabar, ikhlas dan kesungguhan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam menerima ujian
tersebut hingga akhirnya Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor domba.
Sedangkan nilai ibadah dari kurban adalah
ia merupakan bagian dari syari’at Allah dan RasulNya untuk dijalankan oleh
hambaNya. Adapun nilai sosial yang terkandung dalam ibadah kurban adalah
perintah membagikan daging kurban kepada kaum fakir miskin dan handai taulan. Mencermati
nilai substansi dari ibadah ini, sungguh sangat mulia, seperti muliahnya
perintah zakat.
Ironisnya dikalangan masyarakat kita, popularitas
dan realisasi ibadah kurban ini tidak semarak zakat. Mungkin bisa dimaklumi, sebab
secara normatif kuantitatif, ayat dan hadis yang memerintahkan kurban tidaklah
lebih banyak dibandingkan perintah zakat. Di sisi lain, hasil perdebatan ulama fikh
terkait dengan hukum kurban lebih relatif yaitu antara wajib dan sunnah mu’akkadah,
sementara zakat tidak.
Terlepas dari itu semua, demi syi’ar Islam
dan pengembangan nilai- nilai substansi dari ibadah kurban ini, maka sangat
disayangkan jika berkurban belum menjadi tradisi bagi umat secara keseluruhan.
Seyogyanya nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah ini kita jadikan landasan
utama dalam membentuk karakter sadar beragama, sehingga agama itu bukan lagi
sekedar tumpukan formalitas yang berada di awang-awang, melainkan
sungguh-sungguh sudah dikebumikan.
Sama sekali tidak rugi jika kita berkurban
dengan harta dan jiwa meski dalam kondisi susah dan mudah, sebagaimana janji
Allah SWT dalam surat al-Taubah ayat 41:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا
بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Larilah dengan ringan atau berat dan
berjuanglah di jalan Allah, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Semoga! Amin!
Komentar
Posting Komentar